Katolik Sarat dengan Ritus Paganisme
Kerangka besar novel The Da Vinci Code dan pendahulunya Angels &
Demons, yang ditulis Dan Brown, berkisah tentang pertempuran antara
Gereja Katolik melawan Kelompok Kabbalah yang diwakili oleh Ordo Sion
dan Illuminati. Menurut penelitian banyak sejarawan Eropa, kedua
kelompok ini Vatikan dan Kabbalah memang memiliki kepentingan yang
saling bertentangan.
Vatikan yang mengklaim diri sebagai satu-satunya pihak, pewaris yang
sah, atas kunci Gereja Yesus Kristus, menyatakan dirinya sebagai Tahta
Suci dan semua kekristenan yang ada di dunia ini wajib menginduk
kepadanya hingga datangnya Maranatha (The Second Coming) atau hadirnya
kembali Yesus dalam wujud Tuhan seutuhnya, yang mereka yakini akan
membawa semua umat manusia yang percaya pada Yesus ke dalam surga.
Klaim Vatikan ini sejak awal kekristenan telah ditentang habis oleh Kaum
Yohanit (The Yohanit Church Sect) yang menganggap Yesus hanyalah
manusia biasa, memiliki keturunan dari perkawinannya dengan Maria
Magdalena yang diselenggarakan di Kana (baca : yesus telah menikah )
salah satu kota suci Kristen ini sekarang masuk ke dalam wilayah
Lebanon-dan mewariskan kunci gerejanya kepada isterinya, Maria
Magdalena, bukan kepada Saint Peter, yang ditahbiskan menjadi Paus I.
Pertentangan ini bukan sekadar pertentangan biasa. Bahkan pada
1209-1229, puluhan ribu tentara Salib dari Eropa Utara diperintahkan
oleh Paus Innocentius III untuk menggelorakan perang salib membantai 20
ribuan orang-orang Kathari di wilayah pegunungan Albigensian, Perancis
Selatan, yang notabene secara resmi juga kristiani. Kaum Kathari atau
sebagian sejarawan menyebut mereka sebagai kaum Albigensian, dituduh
oleh Gereja sebagai masyarakat yang melakukan heresy (bid’ah) terhadap
protokolat religius Vatikan.
Perang
Salib Albigensian ini selain memakan korban ribuan kaum Kathari juga
telah membunuh ribuan warga Perancis Selatan yang sama sekali tidak
bersalah. Seorang komandan lapangan Tentara Salib berkirim surat kepada
Vatikan memohon petunjuk bagaimana agar pasukannya bisa memilah mana
yang kaum Kathari dan mana yang bukan, surat jawaban dari Vatikan yang
diketahui Paus Innocentius III sungguh-sungguh mengejutkan. Surat itu
berbunyi:
“Bunuh semuanya! Tuhan akan bisa membedakan mana anak-anaknya dan mana
yang bukan. ” Isi surat ini sampai sekarang masih lekat dalam ingatan
masyarakat Perancis Selatan yang memang tidak pernah akrab dengan
Vatikan.
Kathari atau Albigensian, merupakan pusat dari aktivitas Sekte
Gereja Yohanit Eropa abad pertengahan. Ritual mereka banyak yang
bersifat esoteris. Di salah satu kota kecil di wilayah ini, Aux en
Povence, ajaran Kabbalah yang secara turun-temurun dipelihara dengan
lisan, malah dibukukan dan menjadi kitab yang dianggap lebih suci
ketimbang kitab apa pun.
Seluruh gereja yang berdiri di wilayah ini mengkultuskan Maria Magdalena
dan menganggap Yesus hanyalah manusia biasa. Mereka meyakini The
Messiah atau Sang Kristus melekat pada diri Santo Yohanes, bukan Yesus.
Sebab itu mereka juga disebut sebagai Sekte Yohanit.
Keanehan Vatikan
Jika dalam sejarah, antara Sekte Yohanit (Kabbalah) dengan Tahta Suci
Vatikan, dikenal sebagai seteru yang sangat sengit, namun dalam fakta
arsitektural dan ritus Kekatolikan sendiri, ternyata Vatikan teramat
banyak bahkan kental dengan simbol-simbol paganis-Kabalistik. Salah
satunya dan ini paling menyolok adalah banyaknya simbol Dewa Matahari (
Sol_Invictus ) dalam Katolikisme.
Misal, kita terbang rendah di atas Saint Peter Square atau Lapangan
Saint Peter, tempat di mana jutaan umat Katolik biasa berkumpul bahkan
sekadar untuk melihat wajah Paus yang berdiri di atas balkon, Saint
Peter Square secara tegas menyimbolkan Simbol Baal dan Ishtar dengan di
tengahnya berdiri sebuah Obelisk yang keseluruhannya memiliki arti
sebagai Penyembahan Dewa Matahari (Sun Worship).
image Simbol yang sama juga terdapat dalam selendang kepausan (Papal
Stole). Bahkan di sekujur Gereja Saint Peter, banyak pula ukiran
matahari seperti yang tampak di atas balkon kepausan, sebuah tempat di
mana Paus biasa menyampaikan pesan-pesannya. Simbol yang sama (Sunburst
Monstrance atau disebut juga Ostensorium) juga terdapat di puncak
tongkat kepuasan.
Salib bengkok... |
Sesungguhnya, bila kita menengok sejarah kekristenan awal, kita akan
menemukan bahwa simbol-simbol ini memang telah ‘merasuki’ Kekristenan
sejak masa kekuasaan Kaisar Konstantin yang dikenal sebagai pencetus
Konsili Nicea 325 M, sebuah konsili yang mungkin paling historis dalam
sejarah kekristenan, karena dalam konsili itulah Yesus ‘disahkan’
menjadi Tuhan dalam wujud Trinitas.
Menurut Dan Brown ini semata-mata politik untuk kebutuhan tahta Romawi
dan kekuasaan Gereja serta kebutuhan akan figure dewata yang biasa
dimiliki kaum paganis Romawi. Konstantin lalu mentransformasikan tradisi
pagan kedalam tradisi Kristen yang sedang tumbuh, termasuk hari-hari
raya dan ritual untuk menjadikan agama Kristen sebagai agama Hybrid yang
dapat diterima kaum paganis dan kristen untuk menghindarkan perang dan
memelihara kestabilan negara.
Di masa Konstantin, seluruh simbol-simbol pagan Romawi Kuno dimasukkan
menjadi simbol-simbol kekristenan dan diberi pengertian yang berbeda
dari asalnya semula. Padahal, menurut akar sejarahnya, simbol-simbol ini
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ritus kelompok Kabbalah yang
di permukaan dianggap sebagai musuh Vatikan.
Selain simbol Dewa Matahari, simbol salib, simbol burung merpati putih,
dan nyaris seluruh simbol gereja yang ada sesungguhnya merupakan simbol
Paganisme Kabalis. Dan hal itu sampai sekarang, setelah melewati rentang
waktu berabad-abad, tetap terpelihara dengan baik. Kenyataan ini
sungguh mengherankan dan mencuatkan fakta sejarah bahwa katolik vatikan
telah terkontaminasi ajaran paganisme.
Fitnah gereja terhadap Maria Magdalena sebagai pelacur menurut Dan Brown
berkaitan dengan perampasan hak atas tahta suci dari Maria Magdalena
dan keturunannya yang terbukti merupakan hierarkhi sah tahta-suci yang
mencakup Kristen dan Yahudi. Yesus adalah keturunan Daud sedang
Magdalena adalah keturunan Benyamin. Untuk menghindari ancaman,
Magdalena bersembunyi di Perancis dan melahirkan anak Yesus, Sarah dalam
lindungan komunitas Yahudi. Dengan berbagai penyamaran silsilah
keluarga Yesus ini dapat terus dipertahankan. Menurut Da Vinci Code pada
abad ke 5 seorang keturunan Yesus menikah dengan bangsawan Perancis
yang menciptakan sebuah garis keturunan Mirovingian yang menjadi pendiri
kota Paris.
Inilah yang menjadi penyebab kentalnya kisah-kisah Maria Magdalena dalam
kode-kode rahasia Holy Grail di Perancis. Salah seorang keturunan
Mirovingian bahkan sempat menjadi raja, bernama Dagobert yang menurut
Dan Brown dibunuh oleh Vatikan berkomplot dengan Pepin d’Herstal
dengan ditusuk matanya ketika tidur, diakhir abad ke-7. Dengan
terbunuhnya Dagobert keturunan Mirovingian nyaris punah. Untunglah putra
Dagobert, yaitu Sigisbert, diam-diam berhasil lolos dari serangan
sehingga bisa melanjutkan garis keturunan Yesus. Dari garis ini lahir
Godefroi de Bouillon yang menjadi pendiri “Biarawan Sion†(Priory of
Sions) yang merupakan pimpinan spiritual dalam komunitas Freemasonry
yang memiliki tugas khusus menjaga keselamatan dokumen dan keselamatan
keturunan Yesus.
Dead Sea Scrolls dan Gulungan Koptik berasal dari abad ke-1 berisi 52
– 80 kitab a.l. Injil Thomas dan Injil Philips yang menurut Dan Brown
dan para pakar pendukungnya lebih tua dari Injil-injil Matius, Markus,
Lukas dan Yohanes. Para pakar menemukan kutipan-kutipan isi yang cukup
panjang dalam Injil Matius dan Lukas bersumber dari Injil Thomas dan
Philips.
Didalam keseluruhan materi itu tidak terdapat dogma tentang
kematian dan kebangkitan kembali Yesus. Menurut visi Da Vinci Code, para
pengikut paling awal Yesus menggunakan Kitab-kitab Injil asli dari Dead
Sea Scrolls dan Gulungan Koptik ini sebagai kitab suci, yang secara
substantif sangat berbeda dengan ‘gambaran’ kemudian tentang Yesus
dalam Kitab-kitab Injil produk Konsili Nicea th.325 M.
Pandangan-pandangan Injil Philips dan Injil Thomas tentang kerasulan
Yesus sebagai manusia sepenuhnya, sama dengan pandangan Al-Qurân™anul
Kariem sejak 1500 th yang lalu yang memandang Yesus adalah Nabi Isa
Al-Masih a.s. salah seorang nabi dan rasul yang diakui dalam Islam dalam
derajad kemanusiaannya sebagaimana Rasulullah SAW. Namun demikian
terhadap berbagai pandangan paganisme dan neo-paganisme dalam Da Vinci
Code yang sekaligus menginformasikan keanggotaan Dan Brown dalam
Illuminati-Freemasonry, Islam tidak sependapat. Sebagai agama tauhid
monotheis, Islam hanya mengakui satu ilah, yaitu Allah Subhanahu wa
Ta’aala. Tidak ada ilah lain selain Allah. Ini memang berbeda dengan
agama Yahudi, yang mengakui adanya ilah-ilah lain, namun terpanggil
hanya menyembah Yahweh saja. Dan lebih berbeda lagi dengan
Illuminati-Fremasonry yang mengkompromikan semua ilah-ilah pagan yang
mereka sembah sejak zaman Paharo’s Mesir dengan Yahweh. Sublimasinya
mereka namakan, “The Great Architec of the Universe†(TGAOTU) yang
merupakan “the Power of Evolution†dan “totaliltas materi dan
energi†(vide, Buku Spirit Islam ke-4).
Betapapun Dan Brown dengan Da Vinci Code-nya telah menggoncangkan
keyakinan tradisional Kristen. Vatikan, para pimpinan Ordo Katolik dan
Protestan mulai menyusun langkah untuk melawan Da Vinci Code. Tidak
kurang dari Uskup Opus Dei yang banyak disebut dalam Da Vinci Code,
menggelar konferensi pers yang menjelaskan eksistensi Opus Dei dan
ritual penyiksaan dirinya yang banyak diungkapkan dalam Da Vinci Code
dan kini menjadi pertanyaan khalayak.
Diterbitkan buku Cracking (mematahkan) Da Vinci Code, yang ditulis oleh
dua orang teolog James Garlow dan Peter Jones. Tetapi sejauh ini tidak
ada yang cukup canggih untuk menandingi Da Vinci Code yang merupakan
novel bermutu tinggi. Cracking Da Vinci Code ditinjau dari segi susastra
dan keilmiahan masih terlalu kerdil dibandingkan Da Vinci Code Dan
Brown, sehingga tidak mematahkan apapun, dan pengaruh Da Vinci Code
terus berderap diseluruh dunia membangkitkan suasana baru dalam spirit
kekristenan. Kini telah lahir organisasi reformasi Kristen dengan nama
Jesus Seminar yang telah mengibarkan panji-panji revolusi, dan bertekad
dalam satu generasi mereka akan menggunakan gulungan-gulungan kitab suci
yang asli itu untuk :
Memberi label baru pada Yesus,
Menulis ulang asal-usul iman Kristen,
Menulis ulang sejarah Gereja perdana,
Menguraikan ulang isi Kanon (pedoman Kitabiah), dan
Menafsirkan ulang sepenuhnya iman Kristen sesuai spiritualitas Gnostik (pembebasan dari kebodohan, bukan pembebasan dosa).