KOS ( Kristen Ortodoks Syiria ) merupakan salah satu sekte aliran
kristen yang ajarannya sangat persis dengan Islam dari cara
berpakaiannya yang memakai peci/kopiah, baju koko, sajadah dan juga
jilbab. Terlebih lagi dalam cara beribadahnya, ajaran ini mengenal
sholat dengan 7 waktu, yaitu:
Sa’atul awwal (shubuh),
Sa’atuts tsalis (dhuha),
Sa’atus sadis (Zhuhur),
Sa’atut tis’ah (ashar),
Sa’atul ghurub (maghrib),
Sa’atun naum (Isya’),
dan Sa’atul layl (tengah malam/tahajud).
Selain shalat, KOS juga memiliki pokok-pokok syari’at yang mirip dengan Islam, seperti:
1. KOS berpuasa 40 hari yang disebut shaumil kabir yang mirip puasa ramadhan
2. KOS memiliki puasa sunnah di hari Rabu dan Jum’at yang mirip dg Puasa Sunnah senin dan kamis
3. KOS mewajibkan jama’ahnya berzakat 10% dari penghasilan kotor (bruto)
4. Kalangan perempuan KOS juga diwajibkan mengenakan Jilbab & jubah yang menutup aurat hingga mata kaki
5. Pengajian KOS juga menggunakan tikar/karpet (lesehan), layaknya umat Islam mengadakan pengajian
6. Mengadakan acara Musabaqoh Tilawatil Injil dengan menggunakan Alkitab berbahasa Arab
7. Mengadakan acara rawi dan shalawatan ala KOS mirip apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim
8. Mengadakan acara Nasyid, bahkan sekarang sudah ada Nasyid “Amin
Albarokah“ & Qasidah Kristen (dengan lirik yang mengandung ajaran
Kristen berbahasa Arab)
Meski terlihat sangat santun dan membiasakan berbahasa Arab (Ana, Antum,
Syukron, dsb), tetapi mereka tetaplah Kristen. Kitab suci mereka tetap
saja Alkitab, dan mereka tetap menuhankan Yesus dalam Trinitas. Hanya
metodologi da’wah yang menyerupai umat Islam karena KOS berasal dari
Syria. KOS tidak memakai 12 syahadat Iman Rasuli umat Kristen, sebagai
gantinya mereka memakai ”Qanun al-Iman al-Muqaddas”. Penggunaan istilah
islam sangat sering dijumpai, seperti ”Sayyidina Isa Almasih” untuk
penyebutan Yesus. Mereka juga memakai Injil berbahasa Arab (Alkitab
AlMuqaddas).
Meskipun ajaran KOS dg ajaran Islam sangat mirip dalam pelaksanaannya,
akan tetapi KOS dan Islam sangat jauh berbeda dari segi Tauhid atau
keyakinan. Prinsip ajaran KOS masih berputar sekitar masalah trinitas,
yaitu mengakui adanya Tuhan bapak, Tuhan anak dan Ruh kudus. Dan juga
Yesus peranakan Maria, memiliki sifat insaniyah (sifat seperti manusia):
tidak tahu musim, (Mar 11: 13), lemah (Yoh 5:30), takut (Mat 26:37),
bersedih (Mat 26:38), menangis (Yoh 11:35), tidur (Mat 8:24), lapar (Mat
4:2), haus (Yoh 19:28),dsb.
Perbedaan Prinsip ajaran Islam dengan KOS (Kristen Ortodoks Syiria):
Tauhid yang diajarkan Islam bertentangan dengan KOS. Islam menolak
ketuhanan Yesus (Qs. Al Maaidah 72), sedangkan KOS mengakui Yesus
sebagai Tuhan.
Islam berkeyakinan bahwa Tuhan itu tidak punya Ayah dan Ibu (Qs. Al
Ikhlash 3), sedangkan KOS memiliki keyakinan , yaitu mengakui adanya
Tuhan bapak, tuhan anak dan Ruh Kudus. Dan bahwa Maria adalah Walidatul
ilah (Ibu Tuhan).
Islam memegang teguh kesucian nama dan sifat Allah: Allah tidak beranak
dan tidak diperanakkan, Allah Maha Mengetahui, Maha Kuat, Mha Melihat,
Tidak tidur dan tidak serupa dg makhluk-Nya,dsb.. (sangat banyak ayat
Al-Qur’an yg menyatakan sifat-sifat Agung bagi Allah) sementara KOS
tidak kuasa membendung kekurangan-kekurangan dalam sifat kemanusiaan
Yesus yang tertulis dalam Alkitab.
Walaupun jika ditinjau dari tauhid dan keyakinan, kita dapat mengetahui
kalau KOS bukanlah ajaran Islam tapi ajaran ini sangat harus kita
waspadai karena tampak luarnya dia mirip dengan seorang Islam yang
memakai peci baju koko, berjilbab serta puasa dan shalat dan juga nasyid
berbahasa Arab tetapi mengandung ajaran kristen dan mengangungkan yesus
yang mereka anggap sebagai tuhan.
Henney Sumali, SH (37)
Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya [1988] ini Ketua
KOS Surabaya. pria dibesarkan dari lingkungan keluarga Kristen-Protestan
ini mengaku, tertarik dengan KOS baru setahun lalu [1998]. Berikut
kisahnya:
Sejak kecil saya hidup dalam keluarga penganut Kristen-Protestan yang
taat. Namun, saya masih ingin mengembarakan naluri beragama saya itu.
Hanya satu yang saya tuju, mencari kepastian dalam menuju keselamatan
hidup dunia-akhirat. Bertahun-tahun lamanya, tapi belum juga ditemukan
kecocokan. Hingga kuliah, belum juga ketemu.
Pada suatu ketika dalam suatu pertemuan di Surabaya, tepatnya Mei 1998,
saya bertemu dengan Mas Bambang Noorsena, SH. Dari perbincangan dengan
Mas Bambang itu, kemudian berlanjut dengan saya datang ke rumahnya, di
kawasan Jalan Supriadi di Malang. Dari situlah terjadi dialog teologi.
Mas Bambang banyak cerita tentang Kanisah Ortodoks Syria (KOS) dan
pengalaman spiritualnya sebelum (Bambang sebelumnya penganut
Kristen-Protestan) dan sesudah mempelajari KOS di Timur Tengah.
Dari situ, saya menjadi tertarik. Karena menurut saya, sekalipun
Kristen-Protestan yang selama ini saya peluk merupakan rumpun agama
samawi, namun belum saya temukan kepastian iman. Tapi, di KOS saya
seakan menjadi terbuka dan menemukan ikhwal kepastian dalam menuju
kehidupan dunia akhirat. Saya juga menemukan hakikat iman yang selama
ini saya cari. Bahwa Isa al-Masih &emdash;yang menurut pemeluk
Kristen-Protestan disebut Yesus adalah anak Tuhan&emdash; dihadirkan
ke dunia, menurut KOS dipahami sebagai Nuzul Tuhan (penyampai firman
Tuhan). Tuhan itu Esa. Tidak sama atau tidak bisa disamakan dengan
makhluk. Karena kalau Tuhan sama dengan makhluk. Berarti bisa fana
(binasa). Saya memahami Isa al-Masih itu, tidak berbeda halnya dengan
Nabi Muhammad dalam Islam. Muhammad dihadirkan ke dunia sebagai
penyampai firman Tuhan.
Saya tidak beragama Islam. Tapi, saya menemukan “islam” dalam KOS.
Bahwa, apa yang saya yakini dan lakukan sehari-hari sebetulnya sudah
inheren dengan “islam” (KOS memakai nama islam dengan huruf “i” kecil,
sebab kalau “I” besar itu identik dengan “Dienul Islam” yang dibawa Nabi
Muhammad saw). Karena hakikat “islam,” dalam KOS, artinya: berserah
diri pada Allah. Jadi, apa yang saya jalani ini tidak lepas dari
tuntutan.
Lelaki yang dulunya hidup dalam keluarga beragama Islam ini sempat tiga
kali pindah agama, terakhir tertarik dengan KOS. Berikut kisahnya:
Pada awalnya, saya seringkali mengikuti pengajian Mas Bambang Noorsena
secara rutin sebulan sekali di Hotel Sahid, Jakarta. Saya bersama
sekitar 400-an orang ikut pengajian Mas Bambang. Menurut perkiraan saya,
jamaah pengajian itu sekitar 60% pesertanya dari kalangan Islam.
Seperti biasa, setiapkali pengajian terlebih dulu diawali dengan shalat
naum (mirip shalat maghrib, karena dilakukan selepas maghrib). Usai
shalat, dilanjutkan dengan Tilawatil Injil dan disambung dengan ceramah
yang disampaikan Mas Bambang. Sebelum berakhir, juga diselingi
tanya-jawab.
Sebelum menjadi peserta kajian KOS ini, saya sudah tiga kali pindah
agama. Sewaktu saya masih kecil, kedua orangtua saya beragama Islam.
Tapi, ketika saya berusia 7 tahun, ibu saya pindah ke agama Katholik.
Bapak masih bertahan dengan agama Islam. Jadi ketika itu, saya juga
sering diajak ibu pergi ke gereja, juga sering diajak bapak ke
musalla/langgar. Saya juga diajari shalat dan puasa oleh bapak.
Kehidupan beragama di lingkungan keluarga memang tampak demokratis.
Tapi, dari situ, saya kemudian agnostik, percaya pada Tuhan tapi untuk
sementara waktu menunda kepercayaannya. Hal itu berjalan sampai saya
kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Kehidupan agnostic ini berangsur berkurang setelah saya aktif mengikuti
mengikuti dialog theologi yang diselenggarakan Yayasan Paramadina di
Hotel Regent, Jakarta. Dari situ pula, saya kemudian berkenalan dengan
pengajian KOS yang diasuh Mas Bambang. Hingga kemudian tertarik.
Tito Pontoh, peserta pengajian KOS di Jakarta
Lelaki alumni Universitas Krisna Dwipayana Jakarta ini mengaku, lahir
dari keluarga yang bermacam-macam agama. Tapi, pihak keluarganya,
katanya, cukup memberikan toleransi pada keluarga lainnya yang berbeda
agama. Berikut kisahnya:
Sebelum
tertarik dengan KOS, saya pemeluk Kristen-Protestan yang taat. Karena
lingkungan keluarga yang cukup memberi toleransi pada keluarga yang
berbeda agama itu, saya juga berusaha belajar lain-lain agama. Nah,
kemudian saya menjadi tertarik dengan KOS. Karena missi dan tujuannya,
setelah saya pelajari ternyata baik sekali.
Bagi saya, KOS merupakan jembatan bagi pemeluk Islam dan Kristen di
Indonesia yang selama ini acapkali tegang dan disalahpahami di antara
keduanya. Berbagai kegiatan KOS yang saya ketahui, ia melakukan dialog
terbuka, duduk sebangku dan semeja antara pemeluk Kristen dan Islam.
Dari situ, saya menilai KOS cukup positif.
Hal lain yang membuat saya tertarik dengan KOS, menurut saya, KOS ini
seperti tasawuf dalam Islam, kurang lebih begitu. Karena disini ‘kan ada
mistik-mistiknya. Sedang di Protestan murni logika. KOS selain logis,
juga membiarkan unsur-unsur tasawufnya hilang begitu saja. Dari situlah
saya menjadi tertarik dengan KOS.
Nyatanya KOS tidak lebih dari pada kelicikan dari kristen yang
menyamarkan diri dalam pakaian namun tetap berbadan kesyirikan, musang
berbulu domba, inilah bukti mereka sedang menjalankan ajaran yesus yaitu
"selicik ular dan setulus merpati"
Tulisan : Bambang Noorsena pada Majalah Indonesia Maret 1998