GOTHENBURG – Gunnar Samuelsson, seorang Kristen fanatik dan pakar
teologi Swedia menyimpulkan bahwa Yesus tidak mungkin mati disalib
karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang Romawi
menyalib tahanannya pada 2000 tahun yang lalu.
Dalam tesis berjudul “Crucifixion in Antiquity: An Inquiry into the
Background of the New Testament Terminology of Crucifixion” (Penyaliban
pada Jaman Dahulu: Sebuah Penyelidikan terhadap Latar Belakang
Terminologi Penyaliban dalam Perjanjian Baru), Samuelsson menyebut kisah
penyaliban Yesus hanya didasarkan pada tradisi gereja Kristen dan
ilustrasi artistik, bukan pada teks-teks kuno.
Tesis Samuelsson setebal 400 halaman itu adalah hasil studi penelitian yang saksama terhadap teks asli.
Teolog dari Universitas Gothenburg Swedia ini menyebut Alkitab telah
disalahartikan, karena tidak ada referensi atau pernyataan yang secara
eksplisit menyebut penggunaan paku atau untuk penyaliban. Menurutnya,
dalam Alkitab hanya tercantum bahwa Yesus membawa “staurus” menuju
Kalvari, tapi ini bukan berarti salib tetapi bisa juga berarti ‘tiang’
“Masalahnya adalah deskripsi dari penyaliban tidak ada dalam literatur
kuno,” kata Samuelsson dalam sebuah wawancara dengan Daily Telegraph,
Sabtu (3/7/2010).
“Sumber-sumber yang Anda harapkan untuk menemukan pemahaman yang
sesungguhnya tentang peristiwa itu benar-benar tidak mengatakan
pernyataan apapun,” tegasnya.
Dalam literatur Yunani Kuno, Latin maupun naskah Ibrani dari Homer ke
abad pertama menggambarkan sejumlah hukuman gantung, tapi tidak
menyebutkan “salib” atau “penyaliban.”
“Jika Anda mencari teks yang menggambarkan tindakan seseorang yang
dipaku pada salib, maka Anda tidak dapat menemukan di manapun kecuali
pada Injil. Banyak literatur kontemporer yang memberikan terminologi
samar, termasuk literatur Latin,” lanjutnya.
“Konsekuensinya, pemahaman kontemporer tentang penyaliban sebagai
hukuman, sangat diragukan,” ujar Samuelsson kepada koran Inggris
tersebut.
“Dan yang lebih diragukan lagi, apakah hal yang sama bisa disimpulkan
atas peristiwa penyaliban Yesus. Perjanjian Baru tidak mengatakan
sebanyak apa yang ingin kita percayai,” tandas Samuelsson.
Hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa Yesus dibiarkan mati
setelah dipaku di atas tiang salib, baik dalam literatur kuno
pra-Kristen dan ekstra-Alkitab kuno maupun Alkitab.
Samuelsson mengakui bahwa umat kristiani lebih mudah untuk bereaksi
secara emosional, bukan logis untuk penelitian yang sangat seksama ke
jantung imannya. Dia menambahkan, teks-teks yang berbicara tentang
eksekusi, tidak menjelaskan bagaimana Yesus dilekatkan pada alat
eksekusinya.
“Ini adalah inti masalahnya. Teks tentang kisah-kisah sengsara yang
dialami oleh Yesus adalah tidak tepat dan informasinya ditambah-tambahi,
sebagaimana yang diinginkan oleh kita orang Kristen,” jelas
Samuelsson.
“Jika anda mencari teks yang menggambarkan kisah pemakuan orang di atas
tiang salib, anda tidak akan menemukan apapun kecuali dalam Bibel,”
tambahnya.
Semua literatur kontemporer menggunakan terminologi yang samar-samar,
termasuk yang ditulis dalam bahasa Latin. Sementara itu, kata Latin
“crux” tidak selalu berarti salib, dan kata “patibulum” tidak selalu
berarti palang salib. Kedua kata tersebut digunakan dalam arti yang
lebih luas daripada itu.
Meski hasil penelitiannya menegaskan bahwa tidak ada bukti Yesus
disalib, Samuelsson mengatakan ia masih percaya bahwa Yesus anak tuhan.
Ia hanya meminta agar umat Kristen memperbaiki pemahamannya terhadap
Bibel.
“Saya percaya bahwa orang yang disebutkan (Yesus) adalah anak Allah.
Saran saya orang Kristen harus harus membaca teks itu, tidak seperti
yang ingin kita pikirkan. Kita harus membaca di tiap kalimat, bukan yang
tersirat. Teks Alkitab cukup dibaca tanpa perlu menambahkan apa-apa,”
pungkas dosen Gothenburg University itu.