Gereja jadi Mesjid

AUSTRALIA, muslimdaily.net - Seperti halnya di Eropa dan sejumlah negara bagian Amerika, di Australia pun banyak gereja yang dijual. Selain berubah fungsi menjadi rumah, kantor atau untuk bisnis, tak sedikit pula yang dijadikan masjid.

Dalam satu tahun terakhir, 16 bangunan gereja di Melbourne, Australia, dijual ke pasar properti. Advokat pembeli dari Secret Agent Paul Osborne menyatakan ada lima gereja dari berbagai kota yang dijual dalam beberapa bulan terakhir.

“(Gereja) dalam kota banyak yang akan dijual, dan ada banyak yang menarik sejumlah besar pembeli,” kata Osborne. Tercatat, Keuskupan Anglikan Melbourne telah mendaftarkan empat bangunannya.
“Kami tidak akan menjual lebih dari empat dalam setahun, jadi ini mungkin cukup besar,” kata Chief Operating Officer Lesley Tarves. Sementara Gereja Uniting telah mencatatkan 10 bangunan di seluruh negara bagian dalam 12 bulan terakhir.


Gereja Katolik mencatat, telah menjual dua gereja Victoria pada periode yang sama, namun sebelumnya juga telah menjual dalam jumlah yang lebih besar. Bahkan satu gereja di Cranbourne telah diubah menjadi sebuah restoran.

Seperti dilansir News, Selasa (6/11/2012), di antara mereka yang membeli sebuah gereja adalah suami istri Marie dan Dominic Bagnato. Pasangan arsitek ini membeli gereja Moonee Ponds dari Gereja Anglikan pada 2007 dan telah menghabiskan beberapa tahun terakhir guna mengubahnya menjadi sebuah rumah dengan lima kamar tidur mewah.
Properti yang ada di jalan Hudson ini menawarkan pemandangan menakjubkan dari tempat peristirahatan loteng, kolam renang, dan diharapkan terjual 3 juta dolar Australia pada lelang 1 Desember 2012 mendatang.
“Saya pikir sangat baik melestarikannya, karena tidak seperti gereja kayu lainnya di Melbourne,” kata Nyonya Bagnato.

Al Hijrah Mosque, Sydney
Mengapa gereja dijual? Di Amerika beberapa gereja yang dijual alasannya karena jemaatnya sudah tak ada. Di Michigan, AS, ada sebuah gereja dijual lantaran yang hadir di setiap kebaktian hanya beberapa orang tua yang sudah sepuh. Pengurusnya pun sudah renta pula. Gereja ini pun akhirnya dijual dan beralih menjadi masjid.

“Di sini anak-anak mudanya tidak mau ke gereja, hanya para orang tua, itu pun orang tua yang sudah sepuh, pengurusnya juga sudah tua, sehingga gereja dijual dan jadi masjid,” kata seorang karyawan hotel dekat gereja yang berubah jadi masjid itu.

Di Dearborn, masih AS, sebuah gereja berubah fungsi menjadi masjid, jamaahnya membludak, sehingga saat shalat Jumat harus dilakukan bergiliran sampai dua atau tiga kali shalat dengan imam yang berbeda.
Di Australia, selain ketiadaan jemaat, juru bicara dari setiap denominasi mencatat kontrak paroki merupakan alasan penjualan bangunan gereja di daerah tua, sementara bangunan baru dibangun di pinggiran kota yang tengah tumbuh.

Di kawasan Tempe Street, Sydney, sebuah masjid bernama Al-Hijrah Mosque (Masjid Al-Hijrah), semula adalah Gereja Yehovah. Gereja ini dijual kepada komunitas Islam setempat yang kemudian menjadikannya sebagai bangunan masjid–hal mana terjadi di beberapa kawasan lainnya. [mzf]

Sementara di Perancis Gereja Katholik merasa perhatian dengan adanya fenomena meluasnya Islam, berkembangnya pemeluk agama Islam secara pesat di Perancis dan Eropa. Yang membuat mereka tambah heran adalah, tempat diadakannya kegiatan itu, ternyata melewati sebuah masjid kecil yang penuh dengan jama’ah Jum’atan. Di situ dikumandangkan khutbah dan selanjutnya didirikannya shalat Jum’at.
Oleh karena itulah beberapa bulan yang lalu diadakan Perhelatan akbar yang diikuti sekitar 40 uskup dari seluruh penjuru Perancis, untuk membahas tentang "Islamisasi" dan tentang sebab kenapa masjid selalu penuh dengan orang shalat, sedangkan gereja kosong dari orang beribadah di Eropa secara umum.
Salah seorang uskup berkomentar, bahwa pertanyaan seputar berkembangnya Islam secara pesat sudah ada semenjak beberapa tahun lalu, dan pentanyaan itu adalah, apa rahasia masjid penuh di Perancis, berbeda sama sekali dengan kondisi Gereja yang malah dijauhi?!

Sekularisasi… Adalah Sebabnya

Kajian seputar mengapa orang Perancis meninggalkan gereja, telah diungkapkan oleh seorang uskup, Michal. Ia berkata: “Fenomena ini bukanlah hal baru, karena ini berkaitan erat dengan sejarah permusuhan panjang antara negara dan gereja, di mana dalam banyak periode yang panjang, gereja dipinggirkan peranannya dalam kehidupan secara umum.”

Selama 150 tahun, Gereja Notre-Dame S de la Garde menghias pemandangan Marseille, Prancis. Gereja ini terletak di titik tertinggi kota yang menghadap sebuah pelabuhan tua. 
Tapi, tak lama lagi pemandangan akan berubah. Bangunan dan simbol yang berbeda akan mewujud. Di sana akan berdiri sebuah masjid agung.

Maka itu, sejumlah kalangan menyebutnya sebagai `Cathedral Mosque'. Sejumlah arsitek yang merancang bangunan masjid mengatakan, mereka meminjam inspirasi Taj Mahal. 

Kelak, masjid agung ini akan dilengkapi dengan kubah emas besar. Menaranya akan menjulang mencapai 24 meter.

Ruangan shalat dirancang cukup luas. Diperkirakan ruangan tersebut mampu menampung sekitar 7.000 jamaah dan akan menjadi masjid terbesar di Prancis. "Ini merupakan proyek yang lama tertunda," kata Yves Moraine, pemimpin partai berkuasa UMP seperti dikutip BBC belum lama ini.

Menurut pandangannya, lebih baik mendorong Islam yang terbuka. Membangun tempat ibadah yang terlihat banyak orang. Daripada memaksa Muslim menjadi komunitas bawah tanah. Di mana mereka menjalankan shalatnya di gudang-gudang bawah tanah. Berdirinya masjid di kota besar akan membantu mencegah ekstremisme.

Moraine menyatakan, masjid yang mudah diakses juga akan mencegah munculnya imam-imam masjid yang tak terlatih. Kemudian, mereka menyampaikan pandanganpandangan ekstrem kepada para pemuda. Tak heran dengan pertimbangan semacam itu, ia menyampaikan pendapat positif atas pembangunan masjid itu.

Ada sejumlah kalangan yang menyebut bahwa lokasi rencana pembangunan masjid itu tak strategis karena terlalu padat. Namun, Makhete Cisse dari Association of Mosques, organisasi yang menjalankan proyek itu, menyanggahnya. "Ini posisi sempurna dan kami dikelilingi oleh komunitas Muslim yang jumlahnya besar," katanya.

Cisse menjelaskan, nantinya bangunan masjid ini mempunyai luas lebih dari 8.361 meter persegi. Ini merupakan sebuah kompleks yang dilengkapi dengan sebuah perpustakaan dan restoran. "Kami memang membutuhkan tempat yang besar. Apalagi, masjid berada tak jauh dari pusat bisnis."
 
Dibutuhkan pula, dana besar untuk mendirikan bangunan masjid itu. Soal ini memicu sejumlah kontroversi sebab sebagian besar dari 25 juta dolar AS yang dibutuhkan, diperkirakan diperoleh dari luar negeri. Di antaranya, berasal dari Aljazair, Arab Saudi dan negaranegara Timur Tengah, dan Afrika Utara lainnya.

Sejumlah politisi lokal dari National Front menentang rencana pembangunan masjid tersebut. Mereka menyampaikan gugatan menghadang proyek tersebut. Bagi mereka, ini sama saja dengan persoalan cadar. Mereka mempertahankan nilai-nilai sekuler. "Kami tak mengundang Islam di sini," kata Stephane Ravier dari National Front.

Abdel Hakim Rahal, seorang warga Muslim, mengatakan, rencana pembangunan masjid di Marseille menjadi bukti upaya asimilasi Muslim ke dalam masyarakat di Marseille. "Kami membutuhkan tempat untuk bertemu dan menjalankan shalat. Kami telah lama menantikannya."

Oleh karena itu, Rahal sangat mensyukuri akan adanya sebuah masjid besar di Marsielle. Ia kemudian mengutip sebuah ungkapan dalam bahasa Prancis untuk menggambarkan penantian panjangnya itu, Mieux vaut tard que jamais, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. [Republika/BBC]